Return to site

Tingginya Calon Peserta Didik Dan Terbatasnya Kelas

· e-Learning Indonesia

Calon peserta didik baik itu siswa sekolah dasar, menengah atau bahkan mahasiswa tentu menjadi masalah bagi pihak sekolah untuk mengatur jadwal yang tepat. Hal ini tidak lepas dari terbatasnya jumlah kelas yang dimiliki dan juga sempitnya lahan untuk membangun Gedung untuk ruang kelas baru. Ketika semua ini sudah tidak dapat terpenuhi, umumnya pihak pengelola akan melakukan renovasi secara masif untuk menampung calon peserta didik baru di sekolah/kampus tersebut. Sayangnya, ketika hal ini benar-benar terjadi ada konsekuensi yang harus diterima oleh pelajar dan wali murid. Konsekuensi tersebut adalah semakin meningkatnya biaya untuk masuk sekolah/kuliah agar pembangunan dapat dilakukan.

Dengan semakin mahalnya biaya yang harus dikeluarkan, tentu akan berimbas pada mindset calon peserta didik dari kelas ekonomi bawah yang akan merasa sulit untuk masuk ke sekolah/kampus tersebut. Bagaimana tidak, jangankan untuk memikirkan biaya bulanan (SPP) untuk membayar uang pangkal saat pendaftaran pun sudah tidak sanggup. Selain itu, tingginya biaya yang dikeluarkan oleh wali murid pun tidak sepadan dengan potensi yang akan didapat ole putra-putrinya ketika mereka sudah harus masuk dalam dunia kerja.

Penyebab utama ketidakseimbangan ini adalah tidak adanya jaminan bahwa putra-putrinya akan langsung mendapatkan pekerjaan ketika sudah lulus. Terlebih lagi tingginya kompetisi dan minimnya kompetensi atau ketidakseimbangan kompetensi antar calon pencari kerja ini semakin menambah masalah. Bagaimana tidak, sudah membayar mahal tapi materi dan praktik yang dilakukan selama sekolah/kuliah sama sekali sudah tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh perusahaan. Sehingga, sekalipun nilai dan gelar sudah didapat, pekerjaan yang diimpikan pun tidak dapat dicapai.

Guna menyeimbangkan masalah ini, proses belajar blended learning dan flipped room dapat menjadi solusi bagi pengelola lembaga pendidikan agar tidak terburu-buru menarik biaya tambahan kepada para pelajar untuk menambah gedung atau mengatasi keterbatasan kelas tersebut. Dengan metode blended learning, pelajar dapat mengikuti proses belajar dengan e-Learning dan metode tradisional. Sedangkan flipped room adalah proses belajar yang menjadikan rumah pelajar sebagai tempat untuk mempeajari materi dan ketika di sekolah, mereka hanya perlu mengerjakan tugas atau berinteraksi dengan pengajar untuk bertanya dan mendapatkan penjelasan lebih lanjut dari materi yang sudah dipelajari.

Ketika pelajar dapat lebih mandiri dalam mempelajari materi pembelajaran di rumah dengan blended learning dan e-Learning tentunya ini akan menjadi kesempatan yang baik bagi mereka untuk mendapatkan materi yang lebih baik meskipun harus berbagi ruangan dengan pelajar lain atau harus kuliah secara bergantian. Yang terpenting pula bagi pengelola dan wali murid, cara ini akan menjadi cara yang efektif untuk setidaknya menunda pengeluaran yang terlalu banyak.

Ilustrasi (c) Unsplash.com